HADIS-HADIS TENTANG ETOS KERJA DALAM KEHIDUPAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
SAMSUL BAHRI NIM. 0301162195
DOSEN PENGAMPU : Drs. H. M. KIFRAWI, MA
SEMESTER II
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah Hadis dengan judul Hadis-hadis Tentang
Etos Kerja ini dapat terselesaikan.
Terima kasih kami ucapkan kepada bapak dosen yang telah
memberikan tugas kepada kami sehingga akan dapat menambah ilmu dan pengetahuan
kami. Terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan yang telah memberikan
sumbangan baik moril maupun materil.
Tiada gading yang tak retak begitu jugalah dalam penyusuanan
makalah kami ini, kami sangat mengharapkan kritik, saran, dan masukan demi
perbaikan makalah ini. Demikianlah makalah kami ini semoga bermanfaat dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Medan,
07 Mei 2017
Penyusun/editor
Samsul Nasution
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Agama
Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan
bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja
melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang
berkenaan dengan kerja ini, Rasulullah saw bersabda:
اعمل للدنيا
كأنك تعيش ابدا واعمل للأخرة كأنك تموت غادا
“Bekerjalah
untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.”
Dalam
situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang
tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan
nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah
ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Apa
pengertian etos kerja serta teks-teks Hadits tentang etos
kerja ?
b.
Bagaimana
Pandangan ulama mengenai Hadits tentang etos kerja dan kontekstualisasi Hadits tentang etos kerja dan realisasinya
dalam kehidupan?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Hadis dan untuk mengetahui pengertian
etos kerja serta teks-teks hadis tentang etos kerja, Pandangan ulama mengenai
hadis tentang etos kerja dan kontekstualisasi hadis tentang etos kerja dan
realisasinya dalam kehidupan.
BAB II
ISI
1. عن المقدام رضي الله عنه ، عن رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال : ما أكل آحد طعاما قط خيرا من ان يأكل من عمل يده. وان نبي الله داود
عليه السلام كان يأكل من عمل يده (أخرجه البخارى)
Artinya: “Dari Al-Miqdam
bin Ma’dikariba ra., dari Rasulullah SAW., beliau bersabda: seseorang yang
makan hasil usahanya sendiri, itu lebih baik. Sesungguhnya nabi Daud as., makan
dari hasil usahanya sendiri.”
2. عن عاصم بن عبيد الله ، عن سالم ، عن أبيه ، قال : قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم : ان الله يحب المؤمن المحترف.
Artinya: Dari ashim bin
ubaidillah, dari salim, dari bapaknya, berkata: Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya Allah SWT menyangi orang mukmin yang bekerja secara terampil.”
Dalam
Al-Qur’an surat An-Naml ayat 88 dikenal kata “itqon” yang berarti proses
pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna.
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ
السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا
تَفْعَلُونَ (٨٨)
“Dan
kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, pedahal is
berjalan sebagai jalan awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
3. وعن حكيْم بن حزام رضى الله عنهما عن
النّبيّ صلّى الله عليْه وسلّم قال (اليد العليا خير منْ يد السّفلى، وابْدأ بمنْ
تعول وخيْر الصّدقة عنْ ظهر غنى ومنْ يسْتعْففْ يعفّه الله ومنْ يسْتغْن يغْنه
الله) متفق عليه ,والفظ للبخارى
Dari
Hakim putra Hizam, ra., dari Rasulullah saw., beliau bersabda; “Tangan yang di
atas lebih baik dari tangan yang di bawah, dahulukanlah orang yang menjadi
tanggunganmu. Dan sebaik-baiknya sedekah itu ialah lebihnya kebutuhan sendiri.
Dan barang siapa memelihara kehormatannya, maka Allah akan memeliharanya. Dan
barang siapa mencukupkan akan dirinya, maka Allah akan beri kecukupan padanya.”
(H.R Bukhari).
4. Pekerjaan yang paling utama menurut Nabi Muhammad SAW
adalah usaha seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan semua jual beli
yang bersih.
عن رفاعة بن رافع أن النبي صلى الله
عليه وسلم سأل:اي الكسب أطيب؟ عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
“Rifa’ah bin Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW,
ditanya, “Apa mata pencarian yang paling baik?” Nabi menjawab, “Seseorang
bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih.” (Diriwayatkan
oleh Bazzar dan disahkan oleh Hakim)
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etos Kerja
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etos artinya pandangan hidup dalam
suatu golongan secara khusus.[1] Sedangkan
kata kerja, artinya perbuatan melakukan sesuatu kegiatan yang bertujuan
mendapatkan hasil.[2] Menurut
Franz Magnis dan Suseno berpendapat bahwa etos adalah semangat dan sikap
batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh di dalamnya termuat tekanan
moral dan nilai-nilai moral tertentu. [3] Menurut
Clifford Geertz berpendapat bahwa etos adalah sebagai sikap yang
mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup.[4]
Menurut Al-Ghazali dalam
bukunya “Ihya-u ‘Ulumuddin”, pengertian etos (khuluk)
adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.
Kamus
Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya
adalah “ethikos”, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral.
Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai Karakteristik,
sikap, kepercayaan, dan kebiasaan, yang bersifat khusus tentang seorang
individu atau sekelompok manusia. Pada Webster's New Word Dictionary, 3rd
College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter,
sikap, kebiasaan, serta keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok.
Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika. [5]
Bila
ditelusuri lebih dalam, etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok, atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya
masing-masing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang
menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan
keyakinannya. Bila pengertian etos kerja didefinisikan, etos kerja adalah
respon yang unik dari seseorang atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan,
respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan yang diterima dan respon itu
menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok atau
masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem
kepercayaan yang diterima seseorang kelompok atau masyarakat.
B.
Hadis-hadis
Tentang Etos Kerja
Islam
sangat mendorong orang-orang mukmin untuk bekerja keras, karena pada hakikatnya
kehidupan dunia ini merupakan kesempatan yang tidak akan pernah terulang untuk
berbuat kebajikan atau sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Ini sekaligus
untuk menguji orang-orang mukmin, siapakah diantara mereka yang paling baik dan
tekun dalam bekerja. Allah swt berfirman;
الَّذِي خَلَقَ المَوْتَ وَالحَيَاةَ
لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَالعَزِيزُالغَفُورُ
“Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk’ ;
2)
Untuk
menekankan perintah agar kita semua menggunakan kesempatan hidup ini dengan
giat bekerja dan beramal, Allah swt menegaskan bahwa tidak ada satu amal atau
satu pekerjaanpun yang terlewatkan untuk mendapatkan imbalan di hari akhir
nanti, karena semua amal dan pekerjaan kita akan disaksikan Allah swt,
Rasulullah saw dan orang-orang mukmin lainnya. Allah swt berfirman;
وَقُلْ اعْمَلوُافَسَيَرَى اللهُ
عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّون اِلى عالمِ الغيْبِ
والشّهادةِ فَيُنبّئُكُمْ بِماكُنْتُمْ
تَعْمَلوْنَ
“Dan
Katakanlah; “Bekerjalah kamu, maka Allah swt dan Rasulullah-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. At-Taubah’; 105)
Disisi
lain, Rasulullah saw sangat menekankan kepada seluruh umatnya, agar tidak
menjadi orang yang pemalas dan orang yang suka meminta-minta. Pekerjaan apapun,
walau tampak hina dimata banyak orang, jauh lebih baik dan mulia daripada harta
yang ia peroleh dengan meminta-minta. Dalam sebuah riwayat disebutkan;
وعن حكيْم بن حزام
رضى الله عنهما عن النّبيّ صلّى الله عليْه وسلّم قال (اليد العليا خير منْ يد
السّفلى، وابْدأ بمنْ تعول وخيْر الصّدقة عنْ ظهر غنى ومنْ يسْتعْففْ يعفّه الله
ومنْ يسْتغْن يغْنه الله) متفق عليه ,والفظ للبخارى
Dari
Hakim putra Hizam, ra., dari Rasulullah saw., beliau bersabda; “Tangan yang di
atas lebih baik dari tangan yang di bawah, dahulukanlah orang yang menjadi
tanggunganmu. Dan sebaik-baiknya sedekah itu ialah lebihnya kebutuhan sendiri.
Dan barang siapa memelihara kehormatannya, maka Allah akan memeliharanya. Dan
barang siapa mencukupkan akan dirinya, maka Allah akan beri kecukupan padanya.”
(H.R Bukhari).
Hadis ini menjelaskan bahwa
kita sebagai orang yang tangannya di atas hendaklah lebih dahulu memulai atau
mendahulukan pemberiannya kepada keluarga setelah itu barulah kepada yang lain.
Di samping itu didalam hadis itu dijelaskan bahwa Allah akan mencukupi
seseorang yang menuntut atau bertekad menjadikan dirinya berkecukupan tidak mau
meminta belas kasihan orang lain. Ungkapan ini dapat dipahami bahwa sangatlah
bijak dan dianjurkan bagi orang kaya atau yang berkecukupan agar memberi kepada
yang miskin dengan pemberian yang dapat menjadi modal usahanya untuk dia dapat
menjadi orang yang mempunyai usaha sehingga pada saatnya nanti ia tidak lagi
menjadi orang yang meminta-minta (mengharap belas kasihan orang).
Perbuatan suka memberi atau
enggan meminta-minta dalam memenuhi kebutuhan hidup, sangatlah dipuji oleh
agama. Hal ini jelas dikatakan Nabi SAW dalam hadis di atas bahwa Nabi mencela
orang yang suka meminta-minta (mengemis) karena perbuatan tersebut merendahkan
martabat kehormatan manusia. Padahal Allah sendiri sudah memuliakan manusia,
seperti terungkap melalui firman-Nya :
وَلَقَدْ
كَرَمْنَا بَنِى اَدَم َوَحَمْلنَاهُمْ فىِ اْلبَرِّ وَاْلبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ
مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً
“Dan
sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan
dan di lautan. Kami berikan mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.” (Q.S Al-Isra’ : 70).
Penjelasan ayat al-Qur’an
di atas juga memotivasi manusia agar mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup
haruslah berusaha dengan bekerja dalam lapangan kehidupan yang ia mampu
kerjakan, baik itu berupa bertani, berdagang, bertukang, menjadi pelayan dan
sebagainya. Jangan sekali-kali mencari nafkah dari hasil meminta-minta sebagai
pengemis jalanan. Jadi hadi ini sangat erat hubungannya dengan hadis pokok
bahasan pertama yang menyatakan bahwa usaha terbaik dalam memenuhi kebutuhan
hidup adalah usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri.
Demikiankah juga hadis ini
memberi isyarat bahwa agama Islam menyuruh umatnya bekerja untuk mendapatkan
rezeki. Islam sangat menilai jelek dan rendah martabat perilaku menjadi
pengemis, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja mencari kayu bakar kemudian
dijual adalah lebih baik daripada mengemis. Hal ini dinyatakan Nabi dalam salah
satu sabdanya, hadis dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah bersabda :
لِاَنْ
يَطُبَ اَحَدُكُمْ جَزْمَةً عَلىَ ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدٌ فَيُعْطِهِ
اَوْ يَمْنَعُهُ ( اَخْرَجَهُ اْلبُخَاِرىْ مِنْ كِتَابِ اْلبُيُوْعِ(
“sesungguhnya
bahwa seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu bakar, diikatkan di
punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih baik daripada dia
meminta-minta yang kemungkinan diberi atau tidak diberi.” (Hadis ini
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab al-Buyu’).
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ, قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمُؤْمِنُ
اْلقَوِى خَيْرُ وَاَحَبُّ اِلىَ اللهُ مِنَ الْمُؤْمِن اْلضَّعِيْفِ وَفىِ كُلِّ
خَيْرٍ اِحْرِصْ عَلىَ مَا يَنْفَعُكَ وَاَسْتَغْنِ باللهِ وَلاَ تَعْجِرُ وَاَنْ
اَصَابَكَ شَيْئٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ عَنِّى فَعَلْتُ كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنَّ قُلْ
قَدَّرَ الله وَمَاشَاءَ اللهُ فَعُل فَإِنْ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلُ الشَّيْطَانِ (
اَخْرَجَهُ مُسْلِم )
“ Dari Abu Hurairah r.a
berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : Orang mu’min yang memiliki keimanan
yang kuat lebih Allah cintai daripada yang lemah imannya. Bahwa keimanan yang
kuat itu akan menerbitkan kebaikan dalam segala hal. Kejarlah (sukailah)
pekerjaan yang bermanfaat dan mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah
lemah berkemauan untuk bekerja. Jika suatu hal yang jelek yang tidak disenangi
menimpa engkau janganlah engkau ucapkan : Seandainya aku kerjakan begitu,
takkan jadi begini, tetapi katakanlah (pandanglah) sesungguhnya yang demikian
itu sudah ketentuan Allah. Dia berbuat apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya
ucapan “seandainya” itu adalah pembukaan pekerjaan setan.” (Hadis dikeluarkan
Muslim).[6]
Hadits ini mengisyaratkan
bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan tentang tiga hal, yaitu :
1.
menguatkan
keimanan
2.
rakuslah
untuk berbuat yang bermanfaat
3.
mohon
pertolongan kepada Allah. Di samping itu beliau melarang berbuat dua hal, yaitu
:
a.
lemah
b.
menyesali
apa yang telah menimpa diri dari sesuatu yang tidak disukai, sehingga
mengatakan : “ Seandainya aku lakukan begitu, tak akan terjadi begini.”
Dalam hadits dinyatakan :وَفىِ كُلِّ
خَيْرٍ maksudnya
bahwa keimanan yang kuat pada diri seseorang akan menciptakan kebaikan dalam
segala hal. Sebab dari iman yang sempurna (benar dan kuat) akan mendorong
seseorang berbuat yang baik, yang sudah tentu akan berakibat yang baik bagi
kehidupannnya. Oleh sebab itu al-Khuli dalam mensyarahkan hadis ini berpendapat
bahwa iman itu menjadi pengawal kebahagiaan di dunia dan di akhirat, bila
diikuti dengan perbuatan baik (amal saleh).
Ketika
Islam sangat menekankan kerja, lalu pekerjaan apakah yang paling utama. Pekerjaan
yang paling utama menurut Nabi Muhammad SAW adalah usaha seorang laki-laki
dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih.
عن
رفاعة بن رافع أن النبي صلى الله عليه وسلم سأل:اي الكسب أطيب؟ عمل الرجل بيده وكل
بيع مبرور
“Rifa’ah bin
Rafi’I berkata bahwa Nabi SAW, ditanya, “Apa mata pencarian yang paling baik?”
Nabi menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang
bersih.” (Diriwayatkan
oleh Bazzar dan disahkan oleh Hakim)
Penjelasan
Hadis: Islam senan tiasa mengajarkan kepada umatnya agar berusaha untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak dibenarkan seorang muslim berpangku tangan
saja atau berdoa mengharap rezeki datang dari langit tanpa mengiringinya dengan
usaha. Namun demikian, tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan kemampuan
diri sehingga melupakan pertolongan Allah SWT. dan tidak mau berdoa kepada-Nya.[7]
Hadist
di atas tidak secara jelas mengkategorikan jenis usahanya melainkan hanya
menyebutkan prinsip usaha yaitu yang dilakukan oleh tangannya sendiri dan jual
beli yang bersih. Jenis usaha yang disebutkan di akhir (perdagangan yang
bersih) tidak banyak menimbulkan interpretasi, karena telah jelas bahwa jual
beli yang di maksud adalah jual beli yang terhindar dari kebohongan dan sumpah
palsu.
Dalam
hadis ini Rasulullah SAW memerintahkan orang mu’min agar rakus (menyukai,
mengerjakan) pekerjaan yang bermanfaat. Oleh sebab itu seseorang yang beriman
haruslah bersikap tidak akan membiarkan waktu atau kesempatan yang dimiliki
yang ia dapat menggunakan kesempatan itu berlalu tidak dimanfaatkan. Seorang
mu’min yang baik dan bijak tentulah akan menggunakan kesempatan yang ada dengan
sebaik-baiknya, mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat, seperti
berusaha mencari rezeki, harta untuk keperluan dan kebahagiaan hidup, mencari
posisi dan kedudukan yang layak dalam percaturan kehidupan ini, atau menunutut
ilmu yang bermanfaat untuk bekal perjuangan hidup, atau menggunakan kesempatan
yang ada untuk beramal dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sehubungan
dengan ini Rasulullah SAW pernah memperingatkan dalam salah satu sabdanya yang
berarti : “ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia, yaitu
nikmat kesehatan dan nikmat adanya kesempatan (H.R Bukhari dan Ibnu Abbas).
Dalam sebuah hadis
Rasulullah bersabda :
مَنْ حُسْنِ اِسْلاَمُ الْمَرْءِ
تَرْكَهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ ( رَوَاهُ التِّرْمِذِى وَاَبُوْ هُرَيَّرةَ )
“Di antara kebagusan perilaku keislaman
seseorang adalah meninggalkan pekerjaan yang tidak berguna baginya.” (H.R
Turmudzi dan Abu Hurairah).
Di dalam al-Qur’an surat
Al-Ashr Allah SWT menyatakan bahwa manusia senantiasa dalam kerugian, kecuali
yang beriman dan beraktivitas yang positif serta saling mengingatkan kejalan
yang benar dan selalu bersabar (menghadapi tantangan dalam kehidupan ini).
Perintah
Nabi SAW dalam hadis ini, yang ketiga adalah agar minta pertolongan kepada
Allah SWT sangat penting. Nabi mengingatkan kita tentang perintah ketiga ini,
disebabkan dalam kehidupan ini kita tidak akan luput dari kesulitan-kesulitan.
Memang Allah menciptakan kehidupan untuk menguji manusia menilai siapa yang
paling baik amalnya. Hal ini dinyatakan Allah SWT :
اَلَّذِى خَلَقَ
الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَحْسَنُ عَمَلَ وَهُوَ اْلعَزِيْزُ
اْلغَفُوْرِ ( سُوْرَةُ اْلمُلْكِ : 2 )
“ Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S AL-Mulk : 3).
Oleh
karena itu tidak dapat tidak manusia memperoleh pertolongan kepada Allah SWT
Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa. Dalam surat al-Fatihah, surat yang wajib
dibaca dalam setiap rakaat shalat, ada diikrarkan ungkapan “mengisyaratkan
bahwa kita sangat memerlukan pertolongan Allah SWT”.
C.
Etos Kerja dan Realisasinya Dalam Kehidupan
Bekerja adalah kewajiban setiap muslim. Sebab
dengan bekeja setiap muslim dapat mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai
manusia, makluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dan mulia di muka bumi.
Jika setiap muslim bekerja dengan baik , maka ia sudah melakukan ibadah
kepadaNya setiap pekejaan baik yang dilakukan muslim karena Allah, berarti ia
sudah melakukan kegiatan jihad fi sabilillah. Firman Allah swt dalam surat
al-Jumuah;
فإذا قضيت الصلوة فانتشروا فى الارض وابتغوا من
فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون
Apabila sudah ditunaikan shalat,maka hendaklah kamu bertebaran di muka
bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak banyaknya supaya
kamu beruntung (QS. al-Jumuah, 62 ).
Untuk menggapai keberuntungan hidup, tidaklah
hanya cukup tenggelam dalam masalah ibadah formal atau ritual saja. Tetepi
hendaknya dimanifestasikan dalam ibadah aktual. Tafsiran ayat “ bertebaran di
muka bumi” memberikan efek batin untuk menjadikan diri kita sebagai sosok
manusia yang memiliki achievement tinggi.
Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan
salah satu identitas manusia, sehimgga bekerja yang didasarkan pada prinsip-
prinsip iman tauhid bukan hanya menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi
sekaligus meninggikan martabat dirirnya sebagai hamba Allah, yang mengelola
seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah.
Apabila
bekerja itu sebagai fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan
bekerja, malas dan tidak mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan
keimananan dalam bentuk amal kreatif, sesunguhnya dia itu melawan fitrah
dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas sebagai manusia, untuk kemudian
runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang.
Perbuatan suka memberi atau enggan
meminta-minta dalam memenuhi kebutuhan hidup, sangatlah dipuji oleh agama. Hal
ini jelas dikatakan Nabi SAW dalam hadis di atas bahwa Nabi mencela orang yang
suka meminta-minta (mengemis) karena perbuatan tersebut merendahkan martabat
kehormatan manusia. Padahal Allah sendiri sudah memuliakan manusia, seperti
terungkap melalui firman-Nya yang sudah tercantum diatas.
Demikiankah juga hadis yang memberi isyarat
bahwa agama Islam menyuruh umatnya bekerja untuk mendapatkan rezeki. Islam
sangat menilai jelek dan rendah martabat perilaku menjadi pengemis, untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja mencari kayu bakar kemudian dijual adalah
lebih baik daripada mengemis.
Bekerja untuk mencari karunia Allah, menjebol
kemiskinan meningkatkan taraf hidup dan martabat serta harga diri adalah
merupakan nilai ibadah yang esensial, karena Nabi bersabda: “kemiskinan itu
sesungguhnya lebih mendekati kepada kekufuran’.
Bekerja adalah segala aktifitas dinamis dan
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan
didalam mencapai tujuanya tersebut dia berupaya dengan penuh kesunguhan untuk
mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada
Allah. Jadi, etos kerja adalah dorongan, kehendak, atau prinsip bekerja yang
muncul dari jiwa individu untuk melakukan suatu kegiatan.
Pokoknya harus tertanam dalam keyakinan kita bahwa bekerja itu adalah
amanah Allah, sehingga ada semacam sikap mental yang tegas pada diri pribadi
muslim bahwa;
1. Karena bekerja adalah
amanah, maka dia akan bekerja dengan kerinduan dan tujuan agar pekerjaannya
tersebut menghasilkan sesuatu yang optimal.
2. Ada semacam kebahagian
dalam melaksanakan pekerjaan, karena dengan bekerja dia telah melaksanakan amanah
Allah.
3. Tumbuh kreativitas untuk
mengembangkan dan memperkaya dan memperluas pekerjaanya.
4. Ada rasa malu hati apabila
pekerjaanya tidak dia laksanakan dengan baik, karena hal ini berarti sebuah
pengkhianatan terhadap amanah Allah
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Islam sangat menyukai umatnya untuk selalu meningkatkan semangat kerja
guna mencapai kehidupan yang layak dan sejahtera dengan cara mempergunakan
sebaik-baiknya peluang-peluang atau kesempatan yang ada, serta tabah dan ulet,
tidak mudah putus asa jika ditimpa kegagalan dalam berusaha, di samping memohon
pertolongan kepada Allah.
Keimanan yang kuat merupakan faktor penggerak dalam melahirkan budaya
kerja yang pro aktif dan efektif untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan
di dunia dan di akhirat.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
bekerja sesuai dengan kemampuannya. Islam tidak memandang pekerjaan seseorang
itu, baik penghasilannya besar maupun kecil yang terpenting yaitu keinginan
untuk bekerja keras. Sebaliknya, untuk orang yang kuat fisiknya dan memiliki
kecerdasan dalam berpikir tetapi malas untuk bekerja, perbuatan itu sangat
dicela oleh Islam, karena umat Islam memiliki kekuatan dan kedudukan yang mulia
di hadapan Allah SWT.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Terjemah
http//:www.wikipedia.com
Misbahul Munir, M.EI, Ajaran-Ajaran
Ekonomi Rasulullah, (malang, uin-malang, 2007)
Rachmat Syafe’i. Al-Hadis
(Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum).(Bandung: CV. Pustaka Setia).
Sudirman Tebba, Membangun
Etos Kerja Dalam Perspektif Tasawuf. (Bandung. Pustaka Nusantara
Publishing, 2003).
www.google.com
Y.S.
Amran Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesai, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1997)
Rachmat Syafe’i. Al-Hadis
(Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum).(Bandung: CV. Pustaka Setia)
[2] Sudirman
Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Perspektif Tasawuf. (Bandung. Pustaka
Nusantara Publishing, 2003). Hlm. 1
[7] Rachmat
Syafe’i. Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum).(Bandung: CV.
Pustaka Setia). Hlm. 46
[8] Rachmat
Syafe’i. Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum).(Bandung: CV.
Pustaka Setia). Hlm. 113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar